Kamis, 26 Mei 2011

Renungan untuk Tuhan (Part 1)

Biarlah diriku tetap mejadi manusia

Jangan paksa aku untuk menjadi malaikat

Apalagi menjadi Tuhan.

Aku ingin menjadi manusia seutuhnya

Manusia yang kadang berbuat dosa

Yang kadang lupa akan akhiratnya

Aku makan, minum , tidur

Semua kulakukan layaknya manusia biasa

Aku bangga dengan dosa

Tapi aku tidak bangga dengan perbuatan dosa

Karena dengan dosa aku ada dibumi

Tapi bumi tetap ada walaupun aku berbuat dosa

Aku tak ingin menjadi malaikat

Karena bagiku malaikat adalah mahluk suci

Mahluk yang terbebas dari dosa

Mahluk yang senan tiasa memuji-Nya

Sementara aku hanyalah manusia

Yang setiap hari dihantui perbuatan nista

manu

for my mom (Part 1)

Senyum bibir merahnya merekah bagai mawar yang sedang mekar, perkataannya selambut hembusan angin yang menusuk jantung, menghembuskan kesegaran jiwa. Ibuku adalah seorang yang selalu tersenyum, bagaimana tidak, ketika ia sedang mengalami masalah ia masih tetap tersenyum dengan menyikapi masalahnya dengan penuh kewibawaan.

Tak kenal lelah dan selalu menjadi yang terbaik, itulah cirri dari perilaku yang sangat aku dambakan, menjalani hidup tanpa beban, padahal aku merasa bahwa aku ini hanyalah beban yang sangat berat apabila hanya dia yang memikulnya. Namun baginya aku justru malah menjadikannya sebuah anugrah, yang dapat memberi semangat, serta nafas kehidupanbaginya. walaupun linangan air mata membasahi pipinya ia tetap tersenyum, tidak ada raut muka putus asa maupun merasa terbebani dengan kehadiranku.

Ia mencari nafkah untuk diriku, memberiku makanan yang ia sendiri kadang-kadang belum pernah memakannya, dan ia selalu menghadirkan segala sesuatu yang aku butuhkan, mulai dari bahan pokok seperti makanan, minuman, tempat tinggal dan pakaian.

Ia memberikan pakaian yang sangat bagus, walaupun busananya sendiri kadang terdapat tembelan yang menghiasi sekujur busana yang ia kenakan, namun ia senang melihatku, dan dia seakan-akan tidak memikirkan dirinya, sepertinya yang ada didalam benaknya hanya aku,.

Tubuh mungilnya tak kenal lelah mengayuh sepeda menuju lahan hidupnya, menjejakkan kaki ke lahan yang penuh kotoran dan kemaksiatan, tetapi ibuku tidak pernah melakukan hal seperti itu, ia jujur, ramah, selalu menolong orang yang sedang membutuhkan.

Hingga suatu hari pun ia pernah berkata kepadaku

“ dimanapun kamu berada janganlah tinggalkan sholatmu, karena ia adalah tiang agamamu”.

Ia selalu memberikan kata-kata bijak padaku, tapi aku kadang tidak memperdulikannya karena aku menganggap itulah celotehan khas ibu, namun ternyata perkataan- perkataanya terbukti dan aku merasakannya,sesuatu yang mustahil tapi bisa terjadi.

Kadang ibu marah ketika aku tidak belajar, karena aku hanya senang menonton TV, sebetulnya ia tidak melarangku untuk menlihat kotak ajaib itu, akan tetapi karena aku sering duduk didepan kotak ajaib itu, ia memberiku isyarat bahwa jika aku tidak belajar maka aku tidak boleh menonton TV.

Suatu ketika aku sedang bimbang mencari tujuan ia memberikan solusi memberikan jalan keluar kepadaku.

“apa yang terjadi kok kelihatannya kurang semangat? Tanya ibu padaku

“Aku hanya merasa bahwa aku hanya beban buat ibu, karena aku tidak bisa membahagiakan ibu, aku seperti anak yang tidak berguna” ketika itu Aku menangis dan memeluk erat tubuh wanginya.

“Kok bisa ngomong begitu? Ibu tidak pernah menganggap adik sebagai beban, justru ibu senang karena ada yang menemani ibu, kalau bukan adek yang menemani lalu siapa”? jawab ibu dengan senyum dan perkataan yang lemah lembut yang membuatku terharu dan menangis tebata-bata

Mengasihi anak-anaknya melebihi apapun, baginya anak adalah sesuatu yang menempel dan merupakan bagian dari tubuhnya, bila tubuh ini merasakan sakit ia berusaha mengobatinya, ia membawanya kemana-mana.

Semilanbulan aku dibawanya, mengarungi segala bentuk kehidupan, aku tidak tahu apa-apa ketika itu,

Ketika aku menangis ibu masih tetap tersenyum mencoba menghiburku, dengan senyum ramah bagaikan sutra.

Aku tak tahu apa yang akan aku perbuat, akan tetapi dia tidak pernah lelah menuntunku untuk menggapai anagan,selalu disampingkuketika aku membutuhkannya.

Ia laksana obat dalamdiriku yang selalu dapat menyembuhkan seluruhpenyakit didalam diriku ini.

Roda kecil itu menjadi saksi ketidak berdayaanku untuk menempuh dunia ini sendiri.

Ketika aku sakit ia selalu mencoba menghiburku, dimanapu ia berada ia selaluberusaha ubtuk hadir ketika aku sedangmembutuhkanya.

Kasih saying yang diberikan tak terhingga, sampai-sampai bila gunung menjadiukuran aku tak sanggup menggagtikan berapa gunungyang harus akuberikan kepadanya.

Cerdas, penuh tanggung jawab dan tak kenal menyerah menghadapi sesuatu.

Memberikan semangat ketika aku sedang kehilangan sesuatu yang amat berhargabagiku.

Mengulurkan tangannya yang lemah lembut ketika aku sedang terjatuh, mengangkatku kepermukaan setelah aku jatuhdidasar.

Aku tak mampuberdiri sendir tanpa bantuannya, ia memberikuhal yang sebelumnyatidak aku ketahui.

Lautan samudra ekindahan terpancar didalam dirinya.

Jelang malamtiba aku mengis,mecari air yang tak kutemukan ditempat lain, selain diibuku, danketika itu aku hanya mau minum air yang ada dalam dirinya, jam berapapun aku meminta aku selaulu dikasih, walaupun malam gelapgulita, panas yang menyegat, namun ia tetap memberikan apa yang kauinginkan, yakni asi.

Aku ingin berjalan, menjelajahi kehidupan disektarku yagn penuh dengan teka-teki, penuh dengan permainan, namun aku tak mampu untuk melakukan itu, akan tetapi ada seseorang yang selalu senantias ada disampingkumembimbingku agar aku bisa berjalanemyelusuri dunia yangpenuhteka-teki ini.

Ketika aku menagis dan merasakan lapar didalam perut ini, ia langsungbertindakmengambilkan makanan yang aku sendiri menyukainya, ia tahu apa yang harus ia perbuat, aku tidak menyuruhnya, akan tetapi ia melakukanya dengan penuhkeiklhsan padahal aku tak mampu keiklhsan itu.

Kaki kecilnya pecah-pecah karena ia sering berjalan diladang kami yang hanya satu-satunya harta yang kami miliki setelah kematian ayhku, namun ia tetap tabah dan denganbesar hati menjalani kehidupan ini, walaupun tidak ada figure laki-laki yang dapat menjaganya, hamya aku lelaki yangmasihtidak bisa melakukan apa-apa hanyamemintapadanya, namun ia selalu memberikan apa yang aku kehendaki.

Aku hanya lelaki kecil dengan kekuatan kecil,

Ibuku adalah seoarang yang kecil tapi mempunyai kekuatan besar melebihi kekuatan seoranglaki- laki.

Tutur katanya dapat meluluhkan hati yang keras ini.

Ia mampu memberikan kehidupan kepadku, walaupun kehidupan ini sangat berat, ia mampu membesarkan ku dengan keringatnya sendiri.

Kadang aku berfikir dengan apa aku akan membalasnya, dengan cinta, atau kasih sayangku, sepertnya apa yang akan aku berikan tidak sebanding dengan apa yang telah ia berikan kepadaku, kepada kehidupanku ini.

Perbandingan itu bagaikan seladang sawah dengan besarnya lautan.

Ia selalu menjagaku kapan pun, dimanpun, dan sampai kapanpun. Keiklasanya mengalahkan kuatnya batu karang yang ada dilautan, tak tergoyahkan oleh hantaman ombak.

Kesabaranya melebihi kesabaranku ketika aku menghadapi masalalah yang besar,

Berjalan sendiri dikesunyian malam, mencari nafkah disaat panas dan penuhdengan debu, namunperjuangannya tidak pernah lepas oleh keputus asaan.

Semangatnya membara bagikan bara besi yang sedang dipanaskan.

Melihatmu membuatku tak berdaya dengan tubuhku, aku mulai berfikir tentangmu, seandainya hidupku tanpamu apalah jadinya diriku ini, seorang yang tidak memiliki apa-apa yang bisa aku banggakan.

Tenang jiwaku ketika ku duduk bersanding disampingmu, bagaikan surga dunia, aku buat hidupku penuh arti dan kau memberiku lampu untuk berjalan ketika aku dalam kegelapan.

Teringat masa kecilku ketika aku senang bermain ditaman sebelah rumah dengan teman tetanggaku, ia selalu menjagaku dari mara bahaya, selalu memperingatkanku ketika aku salah melangkah. Karena langkah kecilku sering kali membawaku kejurang kematian.

Ketika aku tumbuh besar kekuatannya mulai berkurang tapi semangatnya masih berkorban sepertinya kobaran api kehidupan yang merekah dijiwanya tidaka akan pernah padam kecuali dengan kehendaknya.

Ibu aadalah wanita yang tegar setegar karang disamudra, semangatnya terus berkobar walaupun tubuh nya tidak seperti masa mudanya,

Aku sadar dunia semakin berputar, waktupen akan memakan usiaku, aku akan tumbuh menjadi manusia dewasa yang siap memikul keluarga yang selama ini aku berkandung kepada mereka.

Semua pasti ada waktunya, karena dunia ini tidak abadi

Tapi kadang aku mulai berfikir, hal apa yang dapat aku persembahkan kepada ibundaku sosok yang tak pernah lelah dalam meluruskan diriku ini, tapi satu hal yang aku ingat dari diri manusia, manusia diciptakan didunia sebagai pemimpin dan menjadi manusia yang bermanfaat.

Mungkin aku mulai bodoh dengan tingkah ku, aku menulis hal yang mungkin masih menjadi angan- anganku, aku masih menggantungkan cita-citaku didinding langit, sampai aku tak kuasa untuk mengambilnya,

Rabu, 25 Mei 2011

Pertemuan singkat di Bus Kota (Part 1, novel cinta dibalik hikma)

Pertemuan singkat di Bus Kota

Cuaca di semarang agak mendung hari itu, sepertinya hujan akan turun, walaupun jam masih menunjukkan jam 06.30 seakan suasana diluar sana seperti jam lima sore, aneh benar hari ini. Hari ini memang tak secerah biasanya, semarang yang biasanya panas dan berdebu, tiba-tiba diselimuti awan tebal yang membumbung tinggi di langit. Asap motor dan pabrik seakan menambah ketebalan mendung, namun semarang tak kehilangan pesonanya, orang berlalu lalang bagaikan dikejar tsunami, tampak menghiasi jalanan, bau busuk yang dihasilkan dari sungai hitam didaerah kaligawe, semakin menambah wangi orang-orang yang lewat, seakan hidung mereka sudah terbiasa dengan bebaun itu.

Pinggiran maupun ditengah kota semarang jika waktu sudah menunjukkan jam 07.00-08.00, banyak orang keluar rumah tanpa diorganisir. Mereka berburu sesuatu hanya untuk memenuhi kebutuhan perut, yang tak tau kapan kenyangnya. Kenikmatan dunia yang sementara sekan terlewatkan dengan perut.

Namun cuaca tak menghalangi nora untuk melangkah menuju kampus, karena hari ini dia ada kuliah pagi bersama pak hidayat dosen mata kuliah psikologinya. Waktu seakan berbutar lebih cepat, jam di dinding sepertinya memutar jarumnya kencang, pekerjaan-pekerjaan rumah seakan menjadi doping tersendiri bagi nora untuk cepat-cepat menyelesaikan pekerjaannya sebelum berangkat kuliah.

Seperti biasa sebelum berangkat kuliah nora tak lupa untuk menyiapkan sarapan buat adik-adiknya karena memang dia hidup bersama dua adik dan kedua orang tuanya. Orang tuanya selalu sibuk mengurusi kerjaan masing-masing, sampai-sampai tak sempat untuk menyiapkan sarapan buat hatinya. Itulah kegiatan nora tiap matahari esok mulai muncul, dia harus bangun pagi, agar dapat menjalani tugasnya sebagai ibu pendamping bagi adik-adiknya.

Adzan shubuh pun berkumandang, namun nora sudah Nampak segar, dia sudah memakai mukenah putih, dan sajadah hijau gambar ka’bah ditangannya, ia sudah siap untuk pergi kemasjid. Memang dari dulu hingga sekarang, seakan menjadi rutinitas nora untuk shalat shubuh berjamaah, meskipun selelah apapun badannya ia tetap tidak meninggalkan shalat jama’ahnya. Ia hanya libur dari rutinitas shalat jama’ah jika tamu bulannya datang atau sedang sakit.

Alat-alat dapur dan sapu seakan menjadi senjata bagi nora, paginya diawali dengan perang kecil melawan musuh dalam selimut, yang musuh itu masih terlelap dengan guling panjang yang masih didekap kencang dengan kedua tangannya, mereka seakan terlelap bagai tidak merasakan indahnya dunia pagi itu. Mereka adalah kedua adik nora, yaitu Umi dan Adi. Mereka seakan menjadi musuh sekaligus teman bagi nora, bagaimana tidak, mereka berdua sering berbuah onar yang membuat hati nora terkadang tak sabar, namun keluguan dari mereka pula yang dapat meluluhkan hati nora.

Waktu menunjukkan pukul 06.00 WIB, nora sudah selesai membuat sarapan buat adiknya, walaupun nasi putih ditambah telur mata sapi, namu kelihatan adik-adiknya senang mendengar jika kakaknya tercinta membuat makanan kesukaan mereka, yaitu telur mata sapi.

“Umi adi, sarapan dulu, kakak sudah menyiapakan sarapan buat kalian!!!!” panggil nora kepada adik-adiknya.

Namun sepertinya umi dan adi masih saja sibuk dengan pakaian mereka, serta kelihatan masih mempersiapkan alat-alat yang akan dibawa kesekolah. Dasi mereka masih belepotan, dan rambut mereka juga seakan seperti tikus yang tercebur didalam got kemudian naik kepermukaan, tak karuan acak-acakan. Namun sepertinya mereka sangat beruntung mempunyai kakak seperti nora, sosok nora memang menjadi panutan bagi adik-adiknya, karena memang nora adalah anak pertama,, prestasinya yang banyak, seakan menjadi pemicu bagi adik-adiknya untuk dapat berbuat seperti nora, yaitu sekolah dengan segudang prestasi dan mendapat beasiswa penuh dari sekolah.

Setelah adi dan umi pergi ke sekolah, nora pun bergegas menuju kampusnya dengan sepeda motor warna hitam, pemberian ayahnya. Namun sial baginya ketika akan berangkat ke kampus yang tak jauh dari rumahnya, tiba-tiba ban motornya bocor dan ia terpaksa naik angkutan umum agar sampai kekampus, untung hari itu agak mendung jadi tidak terlalu panas dan pengap didalam bus yang penuh dijejali dengan anak sekolah serta kayawan-karyawan yang akan menuju kantornya masing-masing.

Tak sampai lima belas menit perjalanan, ia sudah sampai dikekampus maklum jarak antara rumah nora dan kampusnya tidak terlalu jauh, cukup dengan sepuluh menit naik kendaraan pribadi dan lima belas menit jika naik angkutan umum.

Setelah turun dari bus waktu menunjukkan pukul 07.30 WIB agaknya ia terlambat masuk kelas, dan sesegera ia pun menuju kelasnya dengan menggunakan langkah seribu, beruntung baginya karena pak hidayat belum masuk kelas. Sambil menunggu pak hidayat datang, ia mengeluarkan buku dari tasnya, buku tentang psikologi analisis karya Sigmund freud, yang baru dipinjam seminggu yang lalu dari fitri teman sekelasnya.

Tak lama ia duduk terdengar suara memanggil dirinya, sepertinya ia kenal suara tersebut.

“Nor, nora” teriak temannya dari lantai dua dekat perpus.

Sementara itu nora masih tengok kanan, tengok kiri mencari sumber suara yang memanggilnya.

“ooo, kamu fit, ada apa? Gimana pak hiddayat jadi masuk gag?” Tanya nora kepada fitri.

Fitri adalah teman sekelas sekaligus sahabat nora, mereka berteman semenjak SMA, karena latar belakang mereka dari sma yang sama, dan kini kuliah pun satu universitas, tapi hal tersebut tidak menjenuhkan keduanya, walaupun sering bertemu, hubungan mereka relative adem ayem saja, karena memang keduanya saling mengerti dan memahami privasi masing-masing.

Fitri kemudian turun menghampiri nora yang ada didepan kelas mereka, jilbab merahnya membuat tanpak cantik dan parasnya memang putih bersih, dibalut denga rok baju warna biru muda dan rok warna hitam fitri tak segan untuk menemui nora, sepertinya ada yang akan ditanyakan fitri kepada nora.

“nor, tadi pak hidayat sms aku, kalo entar beliau masuknya terlambat” sahut fitri

“lha trus kamu sudah ngasih tahu kepada temen-temen yang lain? Klo pak hidayat datangnya terlambat?” Tanya Nora.

“Sudah kok, lha kamu kok datangnya terlambat tak seperti biasanya yang selalu number one ketika masuk kuliah?” Tanya fitri. Kemudian nora menceritakan kejadian yang menimpa dirinya dan sepeda motornya kepada fitri, sehingga fitri pun tahu apa yang sebenarnya terjadi terhadap nora sampai dirinya terlambat.

Tak lama kemudian terlihat mobil warna putih menuju parkiran dan kelihatannya pak hidayat sudah datang. Pak hidayat langsung menuju kelas dan mahasiswa-mahasiswanya sudah menunggu didalam kelas sejak tadi.

Baju putih lengan panjang dan jas warna biru serta celana hitam pekat, pakaian pak hidayat hari ini, memang agak necis bagi beliau, namun itu bisa dimaklumi oleh mahasiswanya karena memang beliau masih kelihatan muda dari dosen-dosen yang lain.

Hanya satu setengah jam pak hidayat masuk mengisi kuliah, itu pun hanya menerangkan sedikit dan kemudian memberikan tugas kepada mahasiswa-mahasiswanya. Tak lama kemudian kelas pun bubar, pak hidayat beranjak dari tempat duduknya dan menyampaikan salam.

Kelas pun Nampak sepi, namun sepertinya masih ada dua orang yang tengah sibuk mencatat tulisan-tulisan yang ada di papan tulis, tulisan itu seperti benang ruwet. Namun nora kelihatannya masih serius menyalin tulisan-tulisan yang acak-acakkan bekas coretan pak hidayat, walau sedikit kurang dapat difahami namun nora sepertinya masih menganalisis tulisan-tulisan itu.

Disamping nora duduk fitri, yang sepertinya tengah sibuk dengan kaca cermin dan bedak yang selalu menjadi teman setia di tasnya, maklum fitri sukanya dandan terus, sampai-sampai ia dijuluki ratu pesolek oleh teman-temannya. Akhirnya nora pun menyelesaikan rangkuman yang diberikan pak hidayat pada saat kuliah tadi. Sementara itu fitri masih saja bersolek dengan cermin bulat kepunyaannya.

“kamu mau pulang, apa tidur disini?” canda nora kepada fitri

“ ya jelas pulang lah, siapa juga yang mau tidur dikelas sini, sendirian lagi” jawab fitri.

Keduanya pun beranjak dari tempat duduk masing-masing dan kelihatan mereka berjalan keperpustakaan sepertinya ada yang dicari oleh nora, fitri pun mengikuti langkah nora, memang keduanya sepertinya tidak dapat dipisahkan jika sudah bertemu dikampus. Mereka berpisah ketika pulang kerumah msing-masing, karena memang rumah fitri maupun nora berbeda arah. Nora menuju ke utara kea rah kaligawe dan si fitri menuju keselatan kea rah klipang.

“Nor, mau ngapain keperpus, tadi aku sudah dari sana, malah jalan kesana lagi? Kekantin aja yuk!” ajak fitri kepada nora.

“sebentar aja fit, aku mau cari buku refrensi buat tugas pak hidayat”.

Nora memang tipe mahasiswa yang tidak suka membuang –buang waktu, begitu ada tugas ia langsung mengerjakan tidak menunda-nunda pekerjaan itu, maka tak heran jika nilai IPnya pun hampir mendekati sempurna, dan ia pun sering mendapatkan beasiswa baik di semasa SMA dulu maupun di perguruan tinggi, hal itu diperoleh dari beberapa segudang prestasi yang diperolehnya.

Nora kelihatan melihat-lihat serta membolak-balik buku yang ada di rak buku psikologi, sepertinya ia tengah mencari buku refrensi yang telah ditentukan pak hidayat. Sementara itu fitri juga tengah sibuk membaca buku psikologi yang ada diperpus.

Tiba-tiba wajah nora kelihatan semringah dan girang, sepertinya ia mendapatkan buku yang dicarinya. Dan setelah mendapat buku yang dicari, nora pun bergegas menuju kepenjaga perpus untuk meminjam buku tadi. Setelah urusan selesai dengan buku, kemudian nora pun menghampiri fitri yang tengah serius membaca buku psikologi yang dirtemukan di rak buku.

“ayo fit, kita beli minum dikantin! Aku haus nih” keluh nora kepada fitri.

Fitri pun bergegas keluar mengikuti jejak langkah kaki nora, mereka berdua menuju kekantin kampus untuk istirahat dan membeli minuman untuk pelepas dahaga.

Suasana kampus begitu asri dengan pohon-pohon rindang disekitar bangunan-bangunan,. Banyak mahasiswa yang lalu lalang, mondar-mandir di jalan depan mereka duduk. Menjadikan suasana kampus lebih hidup.

Nora dan fitri memang tercatat sebagai salah satu mahasiswi di kampus UNISSULA (Universitas Sultan Agung Semarang), universitas ini memang dikenal sebagai salah satu perguruan tinggi umum yang berbasiskan islam dan bernuansa Islami, sehingga baik nora maupun fitri dan juga mahasiswa lainnya merasa betah untuk kuliah di kampus ini. Fasilitas yang memadai, mulai dari transportasi, rumah sakit, pusat kota semua dapt diakses dengan cepat, karena memang letak kampus ini ada dipinggiran jalan Kaligawe, di pinggiran pantura dan sampingnya pun ada terminal bus terboyo, terminal terbesar di kota semarang.

Dari beberapa kampus favorit yang ada di semarang seperti UNDIP (Universitas Diponegoro), UNNES (Universitas Negeri Semarang), dan IAIN (Institut Agama Islam Negeri), nora lebih memiliih kuliah di UNISULLA karena beberapa factor, diantara ia mendapat beasiswa dari perguruan tinggi tersebut, serta jarak antara kampus dan rumahnya yang relative yang tidak begitu jauh, seakan menjadi pertimbangan tersendiri bagi nora, untuk kuliah disana.

Dari kejahuan Nora dan fitri terlihat saling bercakap-cakap dibawah payung kantin yang sudah disediakan oleh pemilik kantin. Kelihatannya mereka sangat menikmati obrolan, dan wajah keduanya pun kelihatan sangat gembira. Mereka mulai ngobrol ngalur ngidul tidak jelas tujuannya, mulai dari masalah keluarga, kuliah sampai masalah cowok tidak ketinggalan mereka berdebatkan, maklum cewek kalo sudah duduk dan ngobrol seakan waktu lewat begitu saja.

Tiba-tiba dari belakang mereka muncul sepasang mahasiswa dan mahasiswi yang kelihatannya mereka saling berpacaran, walaupun tidak saling berpegangan tangan, namun dari gerak-geriknya mereka berdua memang mempunyai hubungan khusus. Keduanya adalah ayu dan arif, keduanya memang sudah diketahui oleh banyak mahasiswa lain, kalo mereka mempunyai hubungan khusus. Maklum muda-mudi yang lagi kasmaran cinta.

“Hai nor, fit. Apa kabar? Lama gag jumpa kalian, Kemana aja?” Tanya ayu kepada nora dan fitri, sambil menjabat tangan mereka secara bergantian.

“kabar baik ayu, kamu aja yang sibuk sama Arif. Setiap kita berdua lewat kamu selalu asyik dengan arif, jadi kita tidak enak hati kalo mau nyapa kalian berdua, takut ganggu” kilah fitri.

“makanya gaulnya jangan sama arif terus, sekali-kali sama kita gitu” canda nora kepada ayu dan fitri.

Memang, ayu kayak lem jika sudah ketemu arif, ibarat lem ketemu kertas, kalo udah menyatu sulit untuk dipisahkan. Tak lama kemudian ayu dan fitri beranjak pergi, sepertinya mereka ada jadwal kuliah dikelasnya. Ayu dan arif keduanya memang satu kelas, jadi lengkap sudalah hidup mereka kemanapun mereka pergi selalu bersama, begitupula dikelas, mereka juga saling bersama.

Namun, setelah pertemuan tadi, sepertinya ada rasa gelisah di hati nora. Ia merasa iri dengan ayu dan arif yang selalu bersama, kuliah bareng, kekantin bareng, semua pasti bareng. Nora sepertinya memikirkan amat dalam pertemuan tadi. Berbeda dengan fitri yang terkesan cuek dengan kejadian tadi, malah fitri masih sibuk dengan bedak dan kacanya.

Karena merasa fikirannya kemana-mana, nora pun akhirnya mengajak fitri untuk meninggalkan kantin, setelah keduanya membayar, nora pun berpamitan kepada fitri untuk pulang kerumah, karena kuliah hari ini, hanya satu mata pelajaran, yaitu kuliah psikologi umum dengan pak hidayat.

“fitri aku pulang dulu ya, ada yang mau aku kerjakan dirumah” pamit nora kepada fitri

“lho kok buru-buru sih nor? Aku kan masih betah dikampus. Tapi kalo memang ada keperluan yang tidak bisa ditinggalkan mau apa lagi nor. Ya silahkan”

“iya nih fit, aku mau langsung mengerjakan tugas yang diberikan pak hidayat tadi, keburu badmood, mumpung lagi mood aku mau ngerjain sekarang aja” jawab nora.

Kemudian nora pun berjalan menuju pintu gerbang keluar, kemudian ia menyeberangi jalan kaligawe yang masih kelihatan padat merayab. Kemudian ia berdiri ditepi jalan menunggu bus yang lewat. Walaupun tadi pagi kelihatan mendung dan seakan-akan akan turun hujan, namun siang ini matahari menampakkan sinarnya, sepertinya kota semarang menunjukkan jati diri yang sebenarnya, yaitu panas yang menembus kulit.

Wajahnya nora yang cantik seakan disengat matahari, sehingga keringatpun mulai keluar dari wari tubuhya, untung jilbab putihnya membantu menyerap panas matahari, sehingga tidak terlalu panas bagi dirinya.

Setelah lima belas menit menunggu, akhirnya bus datang juga, bus kuning arah mangkang menjadi tumpangannya. Dan terlihat didalam bus memang agak ramai, sehingga nora tidak medapat tempat duduk dan ia pun terpaksa untuk beridiri.

Disamping nora berdiri, ada pemuda yang sedang duduk, sepertinya dia juga mahasiswa Unisulla,. Dan tak lama kemudian lelaki itu menwari nora untuk duduk dikursinya. Karena menurut nora perjalanan pulang untuk sampai kerumah tidak terlalu jauh nora pun menolak tawaran mahasiswa tersebut. Namun akhirnya nora pun menerima tawaran dari mahasiswa tersebut.

“Silahkan duduk! Mahasiswi Unisullakan?” Tanya pemuda tadi kepada nora.

“kamu? Mahasiwa Unisulla juga?” nora bertanya balik kepda pemuda itu.

Kemudian terlihat ibu yang duduk disamping nora, sepertinya beranjak dari tempat duduknya, sepertinya ia sudah mau sampai ketempat tujuaannya. Dan dalam waktu bersamaan penumpang lainnya pun ikut, sehingga bus pun terlihat lengang, dan mahasiswa tadi pun duduk disamping nora.

Tak lama kemudian mereka memulai perbincangan, dalam hati nora sepertinya ia kenal orang ini, akan tetapi ia tidak tahu identitasnya. Perbincanga pun berlangsung secara singkat dan nora mulai berdiri, guna persiapaan untuk turun dari bus, karena sebentar lagi ia sampai didepan gang yang menuju rumahnya.

Dari perbincangan tadi sepertinya membawa kesan tersendiri bagi nora, ia penasaran dengan sosok yang mengajaknya kenalan di bus tadi, parasnya yang tampan dan rupawan semakin menjadi bayang-bayang tersendiri bagi nora. Dari perbincangan tadi diketahui bahwa pemuda itu bernama zaenal, salah satu mahasiswa fakultas kedokteran di Unissula dari Banjarmasin.

Secara sekilas memang nora sering bertemu dengan pemuda tersebut, akan tetapi nora tidak tahu siapa sesungguhnya pemuda yang sepertinya membuatnya mempunyai sedikit perasaan yang berbeda dari sebelumnya, sepertinya nora tertarik dengan pemuda tersebut.

Sudah hampir tiga hari berlalu nora masih saja memikirkan pemuda yang kemarin mengajaknya kenalan didalam bus. Sampai-sampai ia rela mengelilingi kampus UNISULLA hanya untuk bertemu dengan zaenal. Namun sial bagi nora, sudah tiga hari berkelana mengelilingi kampus, batang hitung zaenal belum kelihatan, sepertinya zaenal dalam tiga hari terakhir tidak masuk kuliah. Rasa penasaran nora pun semakin menggebu dengan pemuda itu, walaupun hanya bertemu sekali, pemuda itu sudah dapat merebut hati Nora, memang tidak mudah merebut hati nora tidak sembarang orang dapat menahlukkan hatinya, pendiriannya yang kukuh serta sikapnya yang tidak perduli dengan laki-laki membuat nora tidak sering didekati laki-laki, karena laki-laki yang bermental baja atau nekatlah yang berani mendekati nora.

-***-