Kamis, 26 Mei 2011

for my mom (Part 1)

Senyum bibir merahnya merekah bagai mawar yang sedang mekar, perkataannya selambut hembusan angin yang menusuk jantung, menghembuskan kesegaran jiwa. Ibuku adalah seorang yang selalu tersenyum, bagaimana tidak, ketika ia sedang mengalami masalah ia masih tetap tersenyum dengan menyikapi masalahnya dengan penuh kewibawaan.

Tak kenal lelah dan selalu menjadi yang terbaik, itulah cirri dari perilaku yang sangat aku dambakan, menjalani hidup tanpa beban, padahal aku merasa bahwa aku ini hanyalah beban yang sangat berat apabila hanya dia yang memikulnya. Namun baginya aku justru malah menjadikannya sebuah anugrah, yang dapat memberi semangat, serta nafas kehidupanbaginya. walaupun linangan air mata membasahi pipinya ia tetap tersenyum, tidak ada raut muka putus asa maupun merasa terbebani dengan kehadiranku.

Ia mencari nafkah untuk diriku, memberiku makanan yang ia sendiri kadang-kadang belum pernah memakannya, dan ia selalu menghadirkan segala sesuatu yang aku butuhkan, mulai dari bahan pokok seperti makanan, minuman, tempat tinggal dan pakaian.

Ia memberikan pakaian yang sangat bagus, walaupun busananya sendiri kadang terdapat tembelan yang menghiasi sekujur busana yang ia kenakan, namun ia senang melihatku, dan dia seakan-akan tidak memikirkan dirinya, sepertinya yang ada didalam benaknya hanya aku,.

Tubuh mungilnya tak kenal lelah mengayuh sepeda menuju lahan hidupnya, menjejakkan kaki ke lahan yang penuh kotoran dan kemaksiatan, tetapi ibuku tidak pernah melakukan hal seperti itu, ia jujur, ramah, selalu menolong orang yang sedang membutuhkan.

Hingga suatu hari pun ia pernah berkata kepadaku

“ dimanapun kamu berada janganlah tinggalkan sholatmu, karena ia adalah tiang agamamu”.

Ia selalu memberikan kata-kata bijak padaku, tapi aku kadang tidak memperdulikannya karena aku menganggap itulah celotehan khas ibu, namun ternyata perkataan- perkataanya terbukti dan aku merasakannya,sesuatu yang mustahil tapi bisa terjadi.

Kadang ibu marah ketika aku tidak belajar, karena aku hanya senang menonton TV, sebetulnya ia tidak melarangku untuk menlihat kotak ajaib itu, akan tetapi karena aku sering duduk didepan kotak ajaib itu, ia memberiku isyarat bahwa jika aku tidak belajar maka aku tidak boleh menonton TV.

Suatu ketika aku sedang bimbang mencari tujuan ia memberikan solusi memberikan jalan keluar kepadaku.

“apa yang terjadi kok kelihatannya kurang semangat? Tanya ibu padaku

“Aku hanya merasa bahwa aku hanya beban buat ibu, karena aku tidak bisa membahagiakan ibu, aku seperti anak yang tidak berguna” ketika itu Aku menangis dan memeluk erat tubuh wanginya.

“Kok bisa ngomong begitu? Ibu tidak pernah menganggap adik sebagai beban, justru ibu senang karena ada yang menemani ibu, kalau bukan adek yang menemani lalu siapa”? jawab ibu dengan senyum dan perkataan yang lemah lembut yang membuatku terharu dan menangis tebata-bata

Mengasihi anak-anaknya melebihi apapun, baginya anak adalah sesuatu yang menempel dan merupakan bagian dari tubuhnya, bila tubuh ini merasakan sakit ia berusaha mengobatinya, ia membawanya kemana-mana.

Semilanbulan aku dibawanya, mengarungi segala bentuk kehidupan, aku tidak tahu apa-apa ketika itu,

Ketika aku menangis ibu masih tetap tersenyum mencoba menghiburku, dengan senyum ramah bagaikan sutra.

Aku tak tahu apa yang akan aku perbuat, akan tetapi dia tidak pernah lelah menuntunku untuk menggapai anagan,selalu disampingkuketika aku membutuhkannya.

Ia laksana obat dalamdiriku yang selalu dapat menyembuhkan seluruhpenyakit didalam diriku ini.

Roda kecil itu menjadi saksi ketidak berdayaanku untuk menempuh dunia ini sendiri.

Ketika aku sakit ia selalu mencoba menghiburku, dimanapu ia berada ia selaluberusaha ubtuk hadir ketika aku sedangmembutuhkanya.

Kasih saying yang diberikan tak terhingga, sampai-sampai bila gunung menjadiukuran aku tak sanggup menggagtikan berapa gunungyang harus akuberikan kepadanya.

Cerdas, penuh tanggung jawab dan tak kenal menyerah menghadapi sesuatu.

Memberikan semangat ketika aku sedang kehilangan sesuatu yang amat berhargabagiku.

Mengulurkan tangannya yang lemah lembut ketika aku sedang terjatuh, mengangkatku kepermukaan setelah aku jatuhdidasar.

Aku tak mampuberdiri sendir tanpa bantuannya, ia memberikuhal yang sebelumnyatidak aku ketahui.

Lautan samudra ekindahan terpancar didalam dirinya.

Jelang malamtiba aku mengis,mecari air yang tak kutemukan ditempat lain, selain diibuku, danketika itu aku hanya mau minum air yang ada dalam dirinya, jam berapapun aku meminta aku selaulu dikasih, walaupun malam gelapgulita, panas yang menyegat, namun ia tetap memberikan apa yang kauinginkan, yakni asi.

Aku ingin berjalan, menjelajahi kehidupan disektarku yagn penuh dengan teka-teki, penuh dengan permainan, namun aku tak mampu untuk melakukan itu, akan tetapi ada seseorang yang selalu senantias ada disampingkumembimbingku agar aku bisa berjalanemyelusuri dunia yangpenuhteka-teki ini.

Ketika aku menagis dan merasakan lapar didalam perut ini, ia langsungbertindakmengambilkan makanan yang aku sendiri menyukainya, ia tahu apa yang harus ia perbuat, aku tidak menyuruhnya, akan tetapi ia melakukanya dengan penuhkeiklhsan padahal aku tak mampu keiklhsan itu.

Kaki kecilnya pecah-pecah karena ia sering berjalan diladang kami yang hanya satu-satunya harta yang kami miliki setelah kematian ayhku, namun ia tetap tabah dan denganbesar hati menjalani kehidupan ini, walaupun tidak ada figure laki-laki yang dapat menjaganya, hamya aku lelaki yangmasihtidak bisa melakukan apa-apa hanyamemintapadanya, namun ia selalu memberikan apa yang aku kehendaki.

Aku hanya lelaki kecil dengan kekuatan kecil,

Ibuku adalah seoarang yang kecil tapi mempunyai kekuatan besar melebihi kekuatan seoranglaki- laki.

Tutur katanya dapat meluluhkan hati yang keras ini.

Ia mampu memberikan kehidupan kepadku, walaupun kehidupan ini sangat berat, ia mampu membesarkan ku dengan keringatnya sendiri.

Kadang aku berfikir dengan apa aku akan membalasnya, dengan cinta, atau kasih sayangku, sepertnya apa yang akan aku berikan tidak sebanding dengan apa yang telah ia berikan kepadaku, kepada kehidupanku ini.

Perbandingan itu bagaikan seladang sawah dengan besarnya lautan.

Ia selalu menjagaku kapan pun, dimanpun, dan sampai kapanpun. Keiklasanya mengalahkan kuatnya batu karang yang ada dilautan, tak tergoyahkan oleh hantaman ombak.

Kesabaranya melebihi kesabaranku ketika aku menghadapi masalalah yang besar,

Berjalan sendiri dikesunyian malam, mencari nafkah disaat panas dan penuhdengan debu, namunperjuangannya tidak pernah lepas oleh keputus asaan.

Semangatnya membara bagikan bara besi yang sedang dipanaskan.

Melihatmu membuatku tak berdaya dengan tubuhku, aku mulai berfikir tentangmu, seandainya hidupku tanpamu apalah jadinya diriku ini, seorang yang tidak memiliki apa-apa yang bisa aku banggakan.

Tenang jiwaku ketika ku duduk bersanding disampingmu, bagaikan surga dunia, aku buat hidupku penuh arti dan kau memberiku lampu untuk berjalan ketika aku dalam kegelapan.

Teringat masa kecilku ketika aku senang bermain ditaman sebelah rumah dengan teman tetanggaku, ia selalu menjagaku dari mara bahaya, selalu memperingatkanku ketika aku salah melangkah. Karena langkah kecilku sering kali membawaku kejurang kematian.

Ketika aku tumbuh besar kekuatannya mulai berkurang tapi semangatnya masih berkorban sepertinya kobaran api kehidupan yang merekah dijiwanya tidaka akan pernah padam kecuali dengan kehendaknya.

Ibu aadalah wanita yang tegar setegar karang disamudra, semangatnya terus berkobar walaupun tubuh nya tidak seperti masa mudanya,

Aku sadar dunia semakin berputar, waktupen akan memakan usiaku, aku akan tumbuh menjadi manusia dewasa yang siap memikul keluarga yang selama ini aku berkandung kepada mereka.

Semua pasti ada waktunya, karena dunia ini tidak abadi

Tapi kadang aku mulai berfikir, hal apa yang dapat aku persembahkan kepada ibundaku sosok yang tak pernah lelah dalam meluruskan diriku ini, tapi satu hal yang aku ingat dari diri manusia, manusia diciptakan didunia sebagai pemimpin dan menjadi manusia yang bermanfaat.

Mungkin aku mulai bodoh dengan tingkah ku, aku menulis hal yang mungkin masih menjadi angan- anganku, aku masih menggantungkan cita-citaku didinding langit, sampai aku tak kuasa untuk mengambilnya,

0 komentar:

Posting Komentar